PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016
TENTANG
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
- bahwa dalam rangka peningkatan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik rakyat secara adil dan merata serta mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu dilakukan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan termasuk pembangunan pembangkit 35.000MW dan Janngan transmisi sepanJ ang46.000 km dengan mengutamakan penggunaan energi baru dan terbarukan dalam rangka mendukung upaya penurunan emisi gasrumah kaca;
- bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pemerintah Pusat menugaskan kepada PT PLN (Persero) dengan memberikan dukungan berupa penjaminan, percepatanPerizinan dan Nonperizinan, penyediaanenergiprimer,tataruang,penyediaantanah,dan penyelesaian hambatan dan permasalahan, serta penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan;
Mengingat...
Menetapkan
- Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun1945;
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesiaNomor 5052);
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimanatelahdiubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530);
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5609);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN.
BAB I ...
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
Infrastruktur Ketenagalistrikan adalah segala hal yang berkaitan dengan pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, gardu induk, dan saranapendukunglainnya.
2. Pembangunan lnfrastruktur Ketenagalistrikan yang selanjutnya disingkat PIK adalah kegiatan perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan dalam rangka penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
3. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang selanjutnya disebut PT PLN (Persero) adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.
4. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Nonperizinan adalah segala bentuk pelayanan, fasilitas fiskal, data, dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
7. Pemerintah...
7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerahotonom.
8. Swakelola adalah kegiatan PIK yang pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh PTPLN(Persero).
9. Pengembang Pembangkit Listrik yang selanjutnya disingkat PPL adalah badan usaha penyediaan tenaga listrik berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan swasta yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero) melalui penandatanganan perjanjian jual beli/sewa jaringan tenaga listrik.
10. Energi Primer Ketenagalistrikan adalah sumber energi, baik yang berasal dari fosil maupun energi terbarukan yang diperlukan untuk memproduksi tenaga listrik.
11. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satupintu.
12. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi yang selanjutnya disingkat BPMPTSP Provinsi adalah penyelenggara PTSP di provinsi.
13. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat BPMPTSP Kabupaten/Kota adalah penyelenggara PTSP di kabupaten/kota.
BAB II ...
BAB II PENYELENGGARAAN PIK
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
(1) PIK diselenggarakan secara efektif, efisien, transparan, adil, danakuntabel.
(2) PIK dilaksanakan sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber dayamineral.
Pasal 3
(1) Pemerintah Pusat menugaskan PT PLN (Persero) untuk menyelenggarakanPIK.
(2) Pembinaan teknis penyelenggaraan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber dayamineral.
(3) Pembinaankorporasidanmanajemenpenyelenggaraan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahandibidangbadanusaha milik negara.
Pasal 4
( 1) Pelaksanaan PIK oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1) dilakukan melalui:
a. Swakelola...
a. Swakelola;dan
b. kerja sama penyediaan tenagalistrik.
(2) Pelaksanaan PIK oleh PT PLN (Persero) melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dengan badan usaha penyedia tenaga listrik, yaitu:
a. anak perusahaan PT PLN (Persero); atau
b. PPL.
Bagian Kedua
Pelaksanaan PIK melalui Swakelola
Pasal 5
(1) Pelaksanaan PIK melalui Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1) dilakukan dalam hal:
a. PT PLN (Persero) memiliki kemampuan pendanaan untuk ekuitas dan sumber pendanaan murah;
b. risiko konstruksi yangrendah;
c. tersedianya pasokan bahanbakar;
d. pembangkit pemikul beban puncak (peaker) yang berfungsi mengontrol keandalan operasi;dan/atau
e. pengembangan sistem isolated.
(2) Pelaksanaan PIK melalui Swakelolameliputi:
a. pembangkit;dan/atau
b. transmisi.
Pasal6 ...
Pasal 6
( 1) Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendanaan PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
( 1) huruf a, Pemerintah Pusat memberikan dukungan ketersediaan pendanaanmelalui:
- penyertaan modalnegara;
- penerusan pinjaman dari pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri;
- pinjaman PT PLN (Persero) dari lembagakeuangan;
- pemberian fasilitas pembebasan pajak penghasilan dalam hal dilakukan revaluasi aset;dan/atau
- pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PT PLN (Persero) untuk meningkatkan kemampuan pendanaannya, melakukan:
- restrukturisasi pendanaan melalui optimalisasi aset finansial PT PLN (Persero);
- lindung nilai (hedging) sesuai profil paparan risiko kewajibanmatauangasingPTPLN(Persero);
- refinancing;dan/atau
- pemanfaatan laba usaha perusahaan denganmenekan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) seminimal mungkin.
Pasal 7
(1) Dalam rangka pelaksanaan pinJaman oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1 ) huruf c, Pemerintah Pusat menyediakan jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran PT PLN (Persero).
(2) Jaminan ...
(2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud padaayat
(1) bersifat jaminan penuh terhadap pembayarankewajiban PT PLN (Persero) kepada pemberi pinjaman.
(3) Permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diajukan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
(4) Terhadap permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara memberikan persetujuan prinsip dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenaitata kelola pemberian jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pasal 8
Dalam rangka pinjaman PT PLN (Persero) dari lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat ( 1) huruf c berupa pinjaman dari bank-bank badan usaha milik negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dapat memfasilitasi pembentukan sindikasi bank.
Bagian ...
Bagian Ketiga
Pelaksanaan PIK melalui Kerja Sama Penyediaan Tenaga
Listrik dengan Anak Perusahaan PT PLN (Persero)
Pasal 9
(1) Pelaksanaan PIK melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal adanya kerja sama antara PT PLN (Persero)denganbadanusahamiliknegaraasing.
(2) Kerja sama dengan badan usaha milik negara asmg sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan dalam hal badan usaha milik negara asing tersebut memiliki nilaiyangstrategisbagiPTPLN(Persero)dalamPIK,yang melingkupi antaralain:
- penyediaan pendanaan yang diperlukan oleh PT PLN (Persero);dan/atau
- memiliki ketersediaan energi yang akan digunakan olehPTPLN(Persero)dalamPIK.
(3) Anak perusahaan PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anak perusahaan PT PLN (Persero) yang sahamnya dimiliki oleh PT PLN(Persero) paling kurang 51 % (lima puluh satu persen) baik secara langsung dan/atau melalui anak perusahaan PTPLN(Persero)lainnya.
Pasal 10
(1) Pelaksanaan PIK melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik dari anak perusahaan PT PLN (Persero), dapat diberikan jaminan Pemerintah.
(2) Jaminan ...
(2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) merupakan jaminan kelayakan usaha PT PLN (Persero) atas kewajiban finansialnya berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik.
(3) Permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diajukan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
(4) Permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebelum dilaksanakannya proses pengadaan PIK yang bersangkutan.
(5) Terhadap permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara memberikan persetujuan prinsip dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola pemberian jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) , diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bagian Keempat
Pelaksanaan PIK melalui Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik dengan PPL
Pasal 11
Pelaksanaan PIK melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik dengan PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal:
- membutuhkan ...
membutuhkan pendanaan yang sangat besar;
- risiko konstruksi yang cukup besar, terutama untuk lokasi baru yang membutuhkan proses pembebasan lahan;
- risiko pasokan bahan bakar yang cukup tinggi atauyang belum mempunyai kepastian pasokan gas dan/atau infrastrukturnya;
- pembangkit dari sumb erenergi baru dan terbarukan;
- ekspansi dari pembangkit PPL yang telah ada; dan/atau
- terdapat beberapa PPL yang akan mengembangkan pembangkit di suatu wilayah tertentu.
Pasal 12
(1) Pelaksanaan PIK melalui kerja sama penyediaan tenaga listrik dari PPL, dapat diberikan jaminan Pemerintah.
(2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) merupakan jaminan kelayakan usaha PT PLN (Persero) atas kewajiban finansialnya berdasarkan perjanjian jual beli tenagalistrik.
(3) Permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diajukan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangannegara.
(4) Permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pad aayat (3) dilakukan sebelum dilaksanakannya proses pengadaan atas PIK yang bersangkutan.
(5) Terhadap ...
(5) Terhadap permintaan jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara memberikan persetujuan prinsip dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola pemberian jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB III
PENYEDIAAN ENERGI PRIMER KETENAGALISTRIKAN DAN
PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN
Pasal 13
Dalam rangka percepatan pelaksanaan PIK, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral:
- memberikan prioritas alokasi sumber Energi Primer KetenagalistrikanuntukoperasionalPIK;dan
- menetapkan harga jual Energi Primer Ketenagalistrikan untukoperasionalpembangkitantenagalistrik.
Pasal 14
(1) Pelaksanaan PIK dilakukan dengan mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam rangka mencapai sasaran proporsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang energi.
(2) Dalam...
(2) Dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan dukunganberupa:
- pemberian insentiffiskal;
- kemudahan Perizinan danNonperizinan;
- penetapan harga beli tenaga listrik dari masmg masing jenis sumber energi baru dan terbarukan;
- pembentukan badan usaha tersendiri dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk dijual ke PT PLN (Persero); dan/atau
- penyediaansubsidi.
(3) Pemberian dukungan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan kelayakan dan keekonomian PIK.
BAB IV
PENGGUNAAN BARANG/JASA DALAM NEGERI
Pasal 15
(1 ) Pelaksanaan PIK mengutamakan penggunaan barang/jasa dalam negeri dengan tetap memperhatikan tingkat ketersediaan, kepentingan terbaik bisnis PT PLN (Persero), dan/atau layak secara teknis dan finansial.
(2) Penggunaan barang/jasa dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
- penerapan open book system;
- pemberian preferensi harga; atau
- reverse engzneenng.
(3) Pelaksanaan...
(3) Pelaksanaan penggunaan barang/jasa dalam negen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Pasal 16
(1) Dalam rangka peningkatan penggunaan barang/jasa dalamnegeri,PTPLN(Persero),anakperusahaanPTPLN (Persero), dan/atau PPL dapat bekerja sama dengan badan usaha asing yang memiliki komitmen dalam pengembangan peralatan dan komponen ketenagalistrikan, sumber daya manusia nasional, dan transfer teknologi yang diperlukan dalam pelaksanaanPIK.
(2) Pengembangan peralatan dan komponen ketenagalistrikan sebagaimanadimaksudpadaayat (1) dilakukandidalam negen.
(3) Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalamskema kerja sama antar Pemerintah.
Pasal 17
Dalam rangka meningkatkan penggunaan barang/jasadalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian menetapkan standar spesifikasi dan standar harga komponen infrastruktur ketenagalistrikanyang diproduksididalamnegeri.
BAB V ...
BAB V
PERIZINAN DAN NONPERIZINAN
Pasal 18
Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota memberikan Perizinan dan Nonperizinan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan PIK.
Pasal 19
(1) PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL mengajukan penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan PIK kepada PTSP Pusat di Badan Koordinasi PenanamanModal.
(2) Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan PIKkepadaPTSPPusat,yaitu:
- izin usaha penyediaan tenaga listrik;
- penetapanlokasi;
- izinlingkungan;
- izinpinjampakaikawasanhutan;dan/atau
- izin mendirikanbangunan.
(3) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menerbitkan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah didelegasikan atau dilimpahkan oleh menteri atau kepala lembaga kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya dokumen Perizinan secara lengkap dan benar kecuali yang diatur waktunya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.
(4) Terhadap ...
(4) Terhadap Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjadi kewenangan menteri atau kepala lembaga dan belum dilimpahkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, PTSP Pusat menyampaikan penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan kepada menteri atau kepalalembaga.
(5) Terhadap Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui PTSP Pusat menyampaikan penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan kepada gubernur melaluiBPMPTSPProvinsiatau bupati/walikota melalui BPMPTSPKabupaten/Kota.
(6) Menteri, kepala bupati/walikota lembaga, memberikan gubernur, dan/atau rekomendasi yang diperlukan dalam pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen Perizinan secara lengkap dan benar.
(7) PTSP Pusat melakukan penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diajukan kepada PTSPPusatsecaralengkapdanbenar.
(8) Dalam hal permohonan penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap dan benar, PTSP Pusat mengembalikan permohonan izin prinsip kepada PT PLN (Persero) , anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejakditerima.
(9) Waktu ...
(9) Waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikanuntuk:
- izin lingkungan yang diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) harikerja;
- izin pinjam pakai kawasan hutan paling lama 30 (tiga puluh) harikerja;
- Nonperizinan untuk fasilitas perpajakan (Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai) paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja;atau yang diatur waktunya dalam undang-undang dan/atau peraturanpemerintah.
Pasal 20
(1) Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota menetapkan Perizinan dan Nonperizinan yang tidak membahayakan lingkungan dalam bentuk Perizinan dan Nonperizinan daftar pemenuhan persyaratan(checklist) sesuai dengan kewenangannya.
(2) Perizinan dan Nonperizinan yang diberikan dalam bentuk daftar pemenuhan persyaratan (checklist) sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), paling kurang untuk:
- izin mendirikanbangunan;
- izin gangguan;dan
- persetujuan rencana teknis bangunan gedung.
(3) Perizinan dan Nonperizinan dalam bentuk daftarpemenuhan persyaratan (checklist) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat daftar persyaratan teknis yang harus dipenuhi secara mandiri dan komitmen pemohon Perizinan dan Nonperizinan untuk pemenuhan persyaratanteknis.
(4) Komitmen...
(4) Komitmen pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dan dicatatkan (register)kepada PTSP Pusat, BPMPTSPProvinsi,atauBPMPTSP Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Komitmen pemohon yang telah dicatatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan izin yang telah disetujui oleh PTSP Pusat, BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSPKabupaten/Kotasesuaidengankewenangannya.
(6) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perizinan danNonperizinan dalam bentuk daftarpemenuhan persyaratan (checklist) dan dalam hal terdapat penyimpangan pelaksanaan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
(7) Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota menetapkan peraturan pelaksana atau petunjuk teknis atas pelaksanaan daftar pemenuhan persyaratan (checklist)sesuaidengantugasdankewenanganmasing masing paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Presideninidiundangkan.
Pasal 21
(1) Penetapan lokasi atau izin lokasi untuk PIK diberikan oleh PTSP Pusat, BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kotasesuai dengan kewenangannya berdasarkan pertimbangan teknispertanahan.
(2) Dalam hal PT PLN (Persero) atau PPL telah memperoleh hak atas tanah dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan, PT PLN (Persero) atau badan usaha tidak disyaratkan memperoleh izin lokasi.
(3) Pertimbangan ...
(3) Pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), diberikan oleh Kantor Pertanahan sesuai lokasi proyek.
Pasal 22
( 1) Dalam hal pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) telah diberikan, proses penetapan lokasi atau izin lokasi dilakukan setelah PT PLN (Persero) atau PPL menyampaikan komitmen pemohon Perizinan dan Nonperizinan untuk pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat(5).
(2) Dalam hal pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) telah diberikan dan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota belum menetapkan Perizinan dan Nonperizinan dalam bentuk Perizinan dan Nonperizinan daftar pemenuhan persyaratan (checklist)sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat ( 1), proses penetapan lokasi atau izin lokasi dilakukan bersamaan dengan proses penerbitan izin lingkungan, izin mendirikan bangunan, 1z1n gangguan, dan persetujuan rencana teknis bangunan gedung melalui penggunaan data secara bersama (data sharing).
Pasal 23
( 1) Dalam hal lokasi PIK terdapat pada beberapa lokasi dalam satu wilayah kabupaten/kota namun merupakan satu kesatuan rangkaian PIK, Perizinan dan Nonperizinan cukup diberikan 1{satu) kali untuk seluruh lokasi PIK oleh BPMPTSPKabupaten/Kota.
(2) Dalam...
(2) Dalam hal lokasi PIK terdapat pada beberapa kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi, namun merupakan satu kesatuan rangkaian PIK, Perizinan dan Nonperizinan cukup diberikan 1 (satu) kali untuk seluruhlokasiPIKolehBPMPTSPProvinsi.
(3) Dalam hal lokasi PIK bersifat lintas provinsi, namun merupakan satu kesatuan rangkaian PIK, Perizinan dan Nonperizinan cukup diberikan 1 (satu) kali untuk seluruh lokasi PIK oleh PTSPPusat.
Pasal 24
(1) Dalam hal persyaratan Perizinan dan Nonperizinan yang disampaikan kepada bupati/walikota telah terpenuhi dan Perizinan dan Nonperizinan tidak diberikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui PTSP Pusat menyampaikan kepada gubernur untuk pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahandaerah.
(2) Dalam hal sanksi administratif telah dikenakan dan Perizinan dan Nonperizinan tidak diterbitkan oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), g ubernur mengambil alih pemberian Perizinan dan Nonperizinandimaksud.
Pasal 25 ...
Pasal 25
(1) Dalam hal persyaratan Perizinan dan Nonperizinan yang disampaikan kepada gubernur telah terpenuhi dan Perizinan dan Nonperizinan tidak diberikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui PTSP Pusat menyampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah.
(2) Dalam hal sanksi administratif telah dikenakan dan Perizinan dan Nonperizinan tidak diterbitkan oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ),menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri mengambil alih pemberian Perizinan dan Nonperizinandimaksud.
Pasal 26
(1 ) Pembangunan/konstruksi PIK dapat dimulai setelah memperoleh Perizinan paling kurang:
- penetapan lokasi atau izinlokasi;
- izin lingkungan;dan
- izin mendirikanbangunan.
(2) Dalam hal PIK berada pada kawasan hutan, selain mendapatkan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga perlu mendapatkan izin pinjam pakai kawasanhutan.
(3) PTSP Pusat menerbitkan 1zm prms1p pembangunan/ konstruksi kepada PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atauPPLyangtelah mendapatkan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat(1).
Pasal 27 ...
Pasal 27
(1) Dalam hal percepatan pelaksanaan PIK memerlukan perpanjangan waktu pelaksanaan pembangunan, proses pengurusan permohonan perpanjangan Perizinan dan Nonperizinan tidak boleh mempengaruhi jalannya pelaksanaanpembangunan.
(2) Perpanjangan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada PTSP Pusat, BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kota sesuai dengankewenangannya.
(3) PTSP Pusat, BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan perpanjangan Perizinan dan Nonperizinan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap danbenar.
(4) Dalam hal PTSP Pusat, BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kota tidak menerbitkan Perizinan dan Nonperizinan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perizinan dan Nonperizinan perpanjangan dianggap telahdiberikan.
Pasal 28
(1) Menteri/kepala lembaga wajib mendelegasikan atau melimpahkan wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan pelaksanaan PIK kepada PTSP Pusat melalui Kepala Badan Koordinasi PenanamanModal.
(2) Gubernur ...
(2) Gubernur atau bupati/walikota wajib mendelegasikan wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan percepatan pelaksanaan PIK kepada Kepala BPMPTSP Provinsi atau Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.
(3) Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat tidak didelegasikan atau dilimpahkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau pertimbangan teknis tidak dimungkinkan untuk didelegasikan atau dilimpahkan.
(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melaksanakan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prosedur, kriteria, dan waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga.
(5) Kepala BPMPTSP Provinsi atau Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota melaksanakan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuaidenganprosedur, kriteria, dan waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan yang ditetapkan oleh gubernur ataubupati/walikota.
(6) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud padaayat (3) mencakup:
- kompleksitas;
- keahlian tertentu;dan
- efisiensi danefektifitas,
dalam pemberian Perizinan dan Nonperizinan.
(7) Terhadap...
(7) Terhadap Perizinan dan Nonperizinanyang dapat tidak didelegasikan atau dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) , menteri/kepala lembaga dan gubernur atau bupati/walikota:
- menetapkan prosedur, kriteria, dan waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan;dan
- menugaskanpejabatpadaPTSP.
(8) Dalam rangka penetapan prosedur, dan kriteria Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5),dan ayat (7), menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota melakukan penggabungan Perizinan, pengurangan prosedur, dan/atau persyaratan Perizinan danNonperizinan.
(9) Jangka waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan yang dilimpahkan atau didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)ditetapkan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya dokumen Perizinan dan Nonperizinan secara lengkap danbenar.
(10) Jangka waktu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan yang tidak dapat dilimpahkan atau didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dokumen Perizinan dan Nonperizinan diterima secara lengkap danbenar.
Pasal 29
(1) Izin yang diberikan sebelum Peraturan Presiden ini diundangkan, tetap berlaku sepanjang kegiatan yang dilakukansesuaidenganizinyangdiberikan.
(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)dilakukansesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30 ...
Pasal 30
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melaporkan perkembangan pelaksanaan Perizinan dan Nonperizinan dalam rangka percepatan pelaksanaan PIK kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi perekonomian setiap 3 (tiga) bulan sekali dan sewaktu-waktu apabiladiperlukan.
BAB VI
TATA RUANG
Pasal 31
(1) Pelaksanaan PIK dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-PulauKecil.
(2) Dalam hal lokasi PIK tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari lokasi yang direncanakan, dilakukan langkah-langkah teknis oleh PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL bersama dengan kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah setempat.
(3) Langkah-langkah teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(4) Dalam...
(4) Dalam hal dilakukan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecilsebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL mengajukan usulan perubahan kepada kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah bersangkutan.
(5) Kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat melakukan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi WilayahPesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 32
(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaanPIK, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyelesaikan penetapan Rencana Tata RuangWilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-PulauKecil.
(2) Dalam hal penyelesaian penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), tidak dapat dilakukan karena belum mendapatkan persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, penyelesaiandilakukan melalui Penerapan Kawasan yang Belum Ditetapkan Perubahan Peruntukan Ruangnya (Holding Zone).
(3) PIK...
(3) PIK yang semula berada pada lokasi bukan kawasan hutan namun kemudian lokasi tersebut diubah menjadi kawasan hutan, pelaksanaan PIK tersebut tetap dapat dilanjutkan dengan pemberian 1z1n pinjam pakai kawasanhutan.
(4) PIK berupa pemanfaatan energi air, panas, dan angm, dapat dilakukan pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) PIK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk transmisi.
BAB VII
PENYEDIAAN TANAH
Pasal 33
(1) Penyediaan tanah untuk pelaksanaan PIK dilakukan oleh PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPLdalam rangka pelaksanaan PIK.
(2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan melalui pengadaan tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umumdengan menggunakan waktuminimum.
(3) Tanah untuk PIK yang telah ditetapkan lokasinya oleh gubernur, tidak dapat dilakukan pemindahan hak atas tanahnya oleh pemilik hak kepada pihak lain selainkepada Badan PertanahanNasional.
Pasal 34...
Pasal 34
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan tanah untuk PIK yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar dapat dilakukan langsung oleh PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL dengan pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belahpihak.
(2) Penetapan besarnya nilai jual beli atau tukar menukar ataucara lain yang disepakati kedua belah pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanberdasarkan hasil penilaian jasa Penilai atau PenilaiPublik.
(3) Dalam hal pemeganghak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyetujui besaran hasil penilaian jasa Penilai atau Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL dapat menetapkan nilai jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak berdasarkan skema analisis manfaat dan biaya (cost and benefit analysis) dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik (good governance).
Pasal 35
Dalam hal penyediaan tanah yang diperlukan untuk transmisi dan/atau gardu yang tidak dapat dilakukan pengadaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, penyediaan tanah oleh PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero}, atau PPL dapat dilakukan melalui sewa, pinjam pakai, atau kerja sama dengan pemegang hak atas tanah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Pasal 36 ...
Pasal 36
(1) Dalam hal lokasi untuk pengadaan tanah bagi PIK yang dikuasai oleh masyarakat berada pada kawasan hutan, PTPLN(Persero),anakperusahaanPTPLN(Persero),atau PPL meminta kepada Badan Pertanahan Nasional untuk memberikanketerangan atas kepemilikan tanah dimaksud.
(2) Badan Pertanahan Nasional dalam rangka memberikan keterangan atas kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dankehutanan.
(3) Dalam hal Badan Pertanahan Nasional menyatakan bahwa masyarakat tidak memiliki hak atas tanah yang berada pada kawasan hutan, PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero), atau PPL melakukan penyelesaian melalui izin pinjam pakai kawasan hutan.
(4) Terhadap masyarakat yang berada padakawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tanahnya digunakan untuk PIK, dilakukan penyelesaian teknis oleh PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero),atau PPL bersama dengan kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah dengan memperhitungkan kebutuhan dan dampak sosial masyarakat.
(5) Ketentuan penyelesaian teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber dayamineral.
Pasal 37 ...
Pasal 37
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan dukungan kepada PT PLN (Persero), anak perusahaan PT PLN (Persero) , atau PPL dalam proses pengadaan tanah sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa:
1. prioritas atas penyediaan tanah;
2. kerja sama pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah;dan/atau
3. kerja sama penyediaan infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah berupatanah,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
BAB VIII
PENYELESAIAN PERMASALAHAN DAN HAMBATAN
Pasal 38
(1) Menteri/kepala lembaga atau Pemerintah Daerah wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan di bidangnya dalam pelaksanaan PIK.
(2) Dalam...
(2) Dalam hal penyelesaian hambatan dan permasalahan sebagaimanadimaksudpadaayat(1)bersifatmendesak untuk kepentingan dan kemanfaatan umum serta pelayanan publik,menteri/kepalalembaga atau Pemerintah Daerah mengambil diskresi sesuai dengan Asas-AsasUmumPemerintahanyangBaik,berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik serta memperhatikanketentuanperaturanperundang undangandibidangadministrasipemerintahan.
(3) Pengambilan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk dilakukan dalam rangka penanganan dampak sosial yang timbul dalam pelaksanaanPIK.
(4) Dalam hal tertentu pengambilan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan koordinasi danpembahasan dengan kementerian/lembagadan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Dalam hal pengambilan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat permasalahan hukum terkait dengan administrasi pemerintahan, penyelesaiannya dilakukan melalui ketentuan peraturan perundang undangan di bidang administrasi pemerintahan.
Pasal 39
Dalam hal peraturan perundang- undangan belum mengatur atau tidak jelas mengatur kewenangan untuk penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan PIK, menteri/ kepala lembaga dan/atau Pemerintah Daerah berwenang untuk
menetapkan ...
BAB IX
PENYELESAIAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN PIK
Pasal 41
(1) Pimpinan PT PLN (Persero) , pimpinan anak perusahaan PT PLN (Persero), atau pimpinan PPL wajib memeriksa dan menindaklanjuti laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan PIK.
(2) Dalam hal laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) terkait dengan kewenangan administrasi pemerintahan, pimpinan PT PLN (Persero), pimpinan anak perusahaan PT PLN (Persero), atau pimpinan PPL meneruskan atau menyampaikan laporan masyarakat tersebut kepada:
- menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sebagai pembina teknis penyelenggaraan PIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dalam hal laporan menyangkut pelaksanaan teknis PIK;atau
- menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara sebagai pembina korporasi dan manajemen penyelenggaraan PIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam hal laporan menyangkut pelaksanaan korporasi penyelenggaraan PIK.
Pasal 42
(1) Dalam hal terdapat laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan PIK, penyelesaian dilakukan dengan mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan.
(2) Dalam hal laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia meneruskan/menyampaikan laporan masyarakat tersebut kepada:
- menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sebagai pembina teknis penyelenggaraan PIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dalam hal laporan menyangkut pelaksanaan teknis PIK; atau
- menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara sebagai pembina korporasi dan manajemen penyelenggaraan PIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam hal laporan menyangkut pelaksanaan korporasi dan manaJemen penyelenggaraan PIK.
Pasal 43 ...
Pasal 43
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara melakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaian atas laporan dan/ atau pengaduan dari masyarakat tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak laporan dan/atau pengaduan masyarakat diterima.
(2) Dalam hal pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/audit lebih lanjut paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) harikerja.
(3) Hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
- kesalahan administrasi yang tidak menimbulkan kerugian negara;
- kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara;atau
- tindak pidana yang bukan bersifat administratif.
(4) Dalam ...
(4) Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa kesalahan administrasi yang tidak menimbulkan kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintahdisampaikan.
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintahdisampaikan.
(6) Penyelesaian hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 5 (lima) hari kerja.
(7) Dalam ...
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa tindak pidana yang bukan bersifat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja wajib menyampaikan kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk ditindaklanjuti sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 44
(1) Dengan berlakunya Peraturan Presidenini:
- Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentangPenerimaanKreditLuarNegeri;dan/atau
- Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1991tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri,
dikecualikan untuk pelaksanaan pinjaman yang dilakukan PT PLN (Persero) dalam rangka penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Dalam ...
(2) Dalam rangka pelaksanaan pmJ aman komersial luar negen, PT PLN (Persero) menyampaikan laporannya kepada menteri yang menyelenggarakan koordinasi
urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Pasal 45
( 1 ) Untuk mendukung pelaksanaan PIK, dibentuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PIK yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi.
(2) Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bi dang perekonomian, dengan keanggotaan terdiri atas wakil dari kemen terian yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman, kemen terian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara, kemen terian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian, kementerian yang
menyelenggarakan . .
menyelenggarakan urusan pemerin tahan di a gr an a dan tata ruang, kemen terian menyelenggarakan urusan pemerintahan di lingkungan hidup dan kehutanan, lembaga bi dang
yang bi dang yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal, lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan, dan Sekretariat Kabinet, serta instansi terkait lainnya.
(3) Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tug as melakukan koordinasi dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan PIK.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang perekonomian.
Pasal 46
PT PLN (Persero) wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan dalam rangka pelaksanaan PIK kepada Tim Koordinasi.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Peraturan Presiden m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2016
MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 8
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI