BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 171, 2020 KEMEN-ESDM. Sumber Energi Terbarukan. Penyediaan Tenaga Listrik. Pemanfaatan. Perubahan.
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER
DAYA MINERAL NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN UNTUK PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : a. | bahwa untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan untuk kepentingan ketenagalistrikan, perlu menata kembali ketentuan mengenai mekanisme pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik; |
| b. | bahwa untuk meningkatkan nilai keekonomian dari hasil |
pembangunan pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan yang sebagian atau seluruhnya dibangun oleh pemerintah selain yang dibangun berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan serta Konservasi Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan serta Konservasi Energi, termasuk yang berasal dari pembiayaan hibah, perlu diatur mengenai mekanisme pembelian tenaga listrik dan harga pembelian tenaga listriknya;
| c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik; |
Mengingat | : 1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
| 2. | Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); |
| 3. | Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052); |
| 4. | Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas |
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5585);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 34);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609);
8. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 132) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 289);
9. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 27);
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 782);
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1608);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN UNTUK PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1608) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 4 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), dan ditambah 2 (dua) ayat yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan oleh PT PLN (Persero) melalui mekanisme pemilihan langsung.
(1a) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dalam hal:
a. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik;
b. pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power), termasuk pembelian tenaga listrik melalui kerja sama pemegang wilayah usaha penyediaan tenaga listrik;
c. penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama; atau
d. pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan dalam hal terdapat 1 (satu) calon penyedia tenaga listrik.
(1b) Proses pemilihan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk proses kualifikasi, pemasukan dan evaluasi penawaran, dan penandatanganan PJBL diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
(1c) Proses penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) termasuk proses kualifikasi, pemasukan dan evaluasi penawaran, dan penandatanganan PJBL diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
(2) Pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berbasis teknologi tinggi, efisiensi sangat variatif, dan sangat tergantung pada tingkat radiasi atau cuaca setempat (intermiten), dilakukan oleh PT PLN (Persero) melalui mekanisme pemilihan langsung berdasarkan Kuota Kapasitas.
(3) PT PLN (Persero) wajib mengoperasikan pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) secara terus-menerus (must-run).
(4) PT PLN (Persero) melakukan proses pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
(5) Pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) tahun masa kontrak.
2. Ketentuan ayat (1) huruf b dan huruf c, ayat (2), dan ayat (6) Pasal 5 dihapus, serta ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dapat dilakukan dalam hal:
- sistem ketenagalistrikan setempat dapat menerima pasokan tenaga listrik yang menggunakan sumber energi sinar matahari;
- dihapus;
- dihapus.
(2) Dihapus.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(6) Dihapus.
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
3. Ketentuan ayat (1) huruf b dan huruf c, ayat (2), dan ayat (6) Pasal 6 dihapus, serta ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTB oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dapat dilakukan dalam hal:
- sistem ketenagalistrikan setempat dapat menerima pasokan tenaga listrik yang menggunakan sumber energi tenaga angin;
- dihapus;
- dihapus.
(2) Dihapus.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(6) Dihapus.
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
4. Ketentuan ayat (3) dan ayat (8) Pasal 7 dihapus, serta ketentuan ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (9) diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c merupakan pembelian tenaga listrik untuk semua kepasitas Pembangkit Listrik Tenaga
Air.
(2) Pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari Tenaga Air yang memanfaatkan:
- tenaga dari aliran/terjunan air sungai; atau
- tenaga air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna.
(3) Dihapus.
(4) Tenaga Air yang memanfaatkan:
a. aliran atau terjunan air sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dengan kapasitas:
- sampai dengan 10 MW (sepuluh megawatt) harus mampu beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) paling sedikit sebesar 65% (enam puluh lima persen); atau
- lebih besar dari 10 MW (sepuluh megawatt) beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) sesuai dengan kebutuhan sistem;
b. aliran atau terjunan air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) di bawah 65% (enam puluh lima persen) sesuai dengan kesiapan pembangkit dan/atau kebutuhan sistem.
(5) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(6) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali atau sistem ketenagalistrikan setempat lainnya sama atau dibawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(7) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(8) Dihapus.
(9) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya dari Tenaga Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
5. Diantara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 7A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7A
(1) Pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air yang memanfaatkan tenaga air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b yang dibangun oleh pemenang pemilihan badan usaha mitra pemanfaatan barang milik negara sumber daya air dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Tenaga Air dilaksanakan berdasarkan penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero).
(2) Peraturan Menteri ini berlaku sebagai penugasan pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berlaku sebagai penunjukan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero).
(3) Harga pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air yang memanfaatkan tenaga air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kesepakatan para pihak.
(4) Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mendapatkan persetujuan Menteri.
(5) Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PT PLN (Persero) mengusulkan kepada Menteri untuk memberikan persetujuan harga pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan dokumen yang memuat paling sedikit:
a. profil mitra pemanfaatan barang milik negara sumber daya air dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Tenaga Air yang telah ditetapkan;
b. lokasi dan kapasitas Tenaga Air;
c. rencana Commercial Operation Date (COD);
d. surat penetapan pemenang pemilihan badan usaha mitra pemanfaatan barang milik negara sumber daya air dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Tenaga Air;
e. kesepakatan harga pembelian tenaga listrik;
f. data dan informasi kepemilikan saham dan pengurus perusahaan mitra pemanfaatan barang milik negara sumber daya air dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk Tenaga Air sampai dengan tingkatan penerima manfaat terakhir;
g. struktur biaya dan financialmodel harga pembelian tenaga listrik; dan
h. surat keterangan hasil verifikasi studi kelayakan dan studi penyambungan dari PT PLN (Persero) yang menyatakan proyek Tenaga Air layak.
(6) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya dari Tenaga Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
6. Ketentuan ayat (2) dan ayat (6) Pasal 8 dihapus, serta ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTBm oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d, hanya dapat dilakukan kepada PPL yang memiliki sumber pasokan bahan bakar (feedstock)
yang cukup untuk kelangsungan operasi PLTBm selama masa PJBL.
(2) Dihapus.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTBm sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTBm sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(6) Dihapus.
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTBm sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
7. Ketentuan ayat (2) dan ayat (6) Pasal 9 dihapus, serta ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTBg oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e, hanya dapat dilakukan kepada PPL yang memiliki sumber pasokan bahan bakar (feedstock) yang cukup untuk kelangsungan operasi PLTBg selama masa PJBL.
(2) Dihapus.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTBg sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTBg sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(6) Dihapus.
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTBg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
8. Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 10 diubah, serta diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan (3b), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTSa wajib dilakukan oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf f untuk membantu Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam mengatasi atau menangani persoalan sampah kota.
(2) PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan cara pengumpulan dan pemanfaatan gas metana dengan teknologi sanitary landfill, anaerob digestion, atau yang sejenis dari hasil penimbunan sampah atau melalui pemanfaatan panas atau termal dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan.
(3) Pembelian tenaga listrik dari PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga dari PPL yang telah ditetapkan sebagai pengembang PLTSa oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3a) Penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sebagai:
a. penunjukan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero); dan
b. persetujuan harga pembelian tenaga listrik.
(3b) Untuk mendapatkan penugasan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengusulkan kepada Menteri untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik dari PLTSa oleh PT PLN (Persero) dari PPL yang telah ditetapkan sebagai pengembang PLTSa dengan melampirkan dokumen yang memuat paling sedikit:
a. profil pengembang PLTSa yang telah ditugaskan atau ditetapkan;
b. lokasi dan kapasitas PLTSa;
c. rencana Commercial Operation Date (COD);
d. surat penugasan Badan Usaha Milik Daerah atau penetapan pemenang kompetisi pengembang PLTSa dari pemerintah daerah;
e. kesepakatan harga jual tenaga listrik;
f. data dan informasi kepemilikan saham dan pengurus perusahaan pengembang sampai dengan tingkatan penerima manfaat terakhir;
g. struktur biaya dan financialmodel harga jual; dan
h. surat hasil verifikasi studi kelayakan dan studi penyambungan dari PT PLN (Persero) yang menyatakan proyek PLTSa layak.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(5) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali atau sistem ketenagalistrikan setempat lainnya sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(6) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
(8) Pengembang PLTSa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan fasilitas berupa insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
9. Ketentuan ayat (6) Pasal 11 dihapus dan ketentuan ayat (7) diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLTP oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf g, hanya dapat dilakukan kepada PPL yang memiliki wilayah kerja panas bumi sesuai dengan cadangan terbukti setelah eksplorasi.
(2) Pembelian tenaga listrik dari PLTP oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi sebesar BPP Pembangkitan di sistem setempat.
(4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali atau sistem ketenagalistrikan setempat lainnya sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTP ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(6) Dihapus.
(7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
10. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 12 dihapus, serta ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Dihapus.
(2) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTA Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf h, paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
(3) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTA Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf h, ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(4) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
(5) Dihapus.
(6) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya tenaga listrik dari PLTA Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf h ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
11. Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 12A dihapus, dan ketentuan ayat (3) dan ayat (5) diubah, sehingga Pasal 12A berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12A
(1) Pembelian tenaga listrik dari PLT BBN oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf i hanya dapat dilakukan kepada PPL yang memiliki sumber pasokan bahan bakar (feedstock) yang cukup untuk kelangsungan operasi PLT BBN selama masa PJBL.
(2) Dihapus.
(3) Harga pembelian tenaga listrik dari PLT BBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
(4) Dihapus.
(5) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evaluasi daya dari PLT BBN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ke titik sambung PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling menguntungkan (business to business).
12. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Pembelian tenaga listrik dari:
a. PLTS Fotovoltaik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5;
b. PLTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
c. PLTA dari Tenaga Air yang memanfaatkan tenaga dari aliran/terjunan air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a;
d. PLTBm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
e. PLTBg sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
f. PLTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
g. PLTA Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12; dan
h. PLT BBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12A, wajib mendapatkan persetujuan harga jual tenaga listrik dari Menteri.
(2) Persetujuan harga jual tenaga listrik dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimohonkan oleh PT PLN (Persero) paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak proses pengadaan selesai.
(3) Permohonan persetujuan harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. surat penunjukan pengembang;
b. berita acara kesepakatan harga jual;
c. persetujuan Direksi PT PLN (Persero);
d. data dan informasi kepemilikan saham dan pengurus perusahaan pengembang sampai dengan penerima manfaat terakhir; dan
e. struktur biaya dan financial model harga jual.
13. Di antara BAB IX dan X disisipkan 2 (dua) bab baru yakni BAB IXA dan IXB, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IXA
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18A
(1) PT PLN (Persero) harus melaporkan kepada Menteri setelah penandatanganan PJBL dengan dilengkapi dokumen salinan resmi PJBL.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak PJBL ditandatangani.
(3) PPL harus melaporkan kemajuan pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal penandatanganan PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan Commercial Operation Date (COD) dengan tembusan kepada Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Dirjen Ketenagalistrikan, dan Direksi PT PLN (Persero) melalui sistem aplikasi daring.
(4) Dalam hal sistem aplikasi daring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, laporan kemajuan pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan disampaikan secara tertulis.
BAB IXB
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18B
(1) Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan yang sebagian atau seluruhnya dibangun oleh pemerintah selain yang dibangun berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan serta Konservasi Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2018, termasuk yang berasal dari pembiayaan hibah, mekanisme pembelian tenaga listrik dilaksanakan berdasarkan penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero).
(2) Penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai:
a. penunjukan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero); dan
b. persetujuan harga pembelian tenaga listrik.
(3) Untuk mendapatkan penugasan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan instansi/lembaga, gubernur, atau bupati/walikota mengusulkan kepada Menteri untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik.
(4) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen yang memuat paling sedikit:
a. profil badan usaha yang ditetapkan sebagai pengelola pembangkit yang memanfaatkan
Sumber Energi Terbarukan;
b. lokasi dan kapasitas pembangkit listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan;
c. rencana Commercial Operation Date (COD);
d. surat penetapan pengelola pembangkit yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan;
e. kesepakatan harga jual tenaga listrik;
f. data dan informasi kepemilikan saham dan pengurus perusahaan pengembang sampai dengan tingkatan penerima manfaat terakhir;
g. struktur biaya dan financial model harga jual; dan
h. surat keterangan hasil verifikasi studi kelayakan dan studi penyambungan dari PT PLN (Persero) yang menyatakan proyek pembangkit listrik yang memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan layak.
(5) Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
14. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 26A dan Pasal 26B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26A
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap PPL yang telah menandatangani PJBL berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1107), pola kerja sama dalam PJBL dapat disesuaikan menjadi pola kerja sama membangun, memiliki, dan mengoperasikan (Build, Own, and Operate/BOO) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan keperdataan.
Pasal 26B
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, mekanisme pembelian tenaga listrik dari Tenaga Air yang telah memiliki perizinan yang berkaitan dengan lokasi dari Pemerintah Daerah dan/atau Instansi/Lembaga yang berwenang sebelum Peraturan Menteri ini, dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung.
15. Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 27A dan Pasal 27B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27A
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 44 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2051), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27B
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku ketentuan mengenai penggunaan pola kerja sama membangun, memiliki, mengoperasikan, dan mengalihkan (Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 256), dinyatakan tidak berlaku sepanjang untuk pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2020
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ARIFIN TASRIF
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Februari 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA